01 AGUSTUS 2019 18.00 WIB • 2 MENIT
Tembakau memang merupakan salah satu anugerah Tuhan kepada Tanah Jawa, khususnya Kota Jember. Bahkan sejak ratusan tahun yang lalu, ketika Portugis mendaratkan kaki mereka ke Bumi Nusantara, mereka telah mengenal Tanah Jawa sebagai penghasil tembakau.
Salah satu wilayah di Jawa (Jawa Timur) yang menjadi tempat perkebunan tembakau sejak masa kolonial adalah Jember. Para pengusaha Belanda berlomba-lomba mendirikan perusahaan tembakau di kota ini, salah satunya adalah Landbouw Maatschapij Oud Djember (LMOD) yang didirikan tahun 1859 oleh controleur George Bernie.
Beberapa tahun berikutnya, nama Landbouw Maatschapij Oud Djember diubah menjadi Oud Djember saja. Kisah panjang tentang historiografi tembakau di Tanah Jawa, khususnya di Jember, akan penulis ulas, pada kesempatan lain.
Kali ini penulis sedikit ingin mengulas tentang dua ikon budaya Jember yang lahir karena terinspirasi dari komoditas tembakau.
Tari Lahbako dan Musik Patrol
Nampaknya, tembakau memang menjadi anugerah Tuhan yang penuh berkah bagi masyarakat Jember. Tembakau tidak hanya sekedar sebagai komoditas utama saja, namun berikutnya menjelma sebagai inspirasi terbentuknya ikon budaya Kota Jember.
Setidaknya ada dua identitas kultural Jember yang lahir dari inspirasi tembakau. Pertama, daun tembakau mengilhami para perajin batik di Jember menjadikannya sebagai motif batik.
Kedua, aktivitas harian petani tembakau mengilhami terciptanya Tari Lahbako. Akronim “Lahbako” terambil dari kata “Lah” dan “Bako” yang artinya adalah mengolah tembakau.
Tari tersebut diciptakan pada tahun 1980-an atas prakarsa Kolonel Suryadi Setiawan, yang menjabat Bupati Jember kala itu, tokoh masyarakat, dan beberapa seniman yang terlibat sebagai inisiator.
Mereka mengundang Bagong Kussudiardja, seorang koreografer dan pelukis Indonesia terkemuka untuk datang ke Jember. Dari situlah akhirnya Tari Lahbako tercipta berdasarkan pengamatan Bagong Kussudiardja dan para inisiator terhadap aktivitas para buruh tembakau mulai dari saat bekerja di ladang, hingga ketika mereka bekerja di gudang.
Tari Lahbako biasa diiringi dengan alat musik kendang, seruling, dan alat musik dari bambu. Perpaduan alat-alat musik itulah yang disebut sebagai musik patrol, yang juga khas Jember.
Batik Jember
Jika ngobrol mengenai batik, tentu tidak lepas dari Jogja, Solo, atau Pekalongan sebagai kota-kota pusat kerajinan batik. Siapa sangka, meskipun tidak sepopuler tiga kota tadi, Jember ternyata memiliki tradisi kerajinan batik dengan motif yang unik dan khas.
Tembakau, kopi, dan coklat, sebagai tanaman komoditas andalan Jember menginspirasi para perajin batik Jember untuk menjadikannya sebagai motif karyanya.
Selain tiga motif itu, pengrajin batik Jember adakalanya juga menggunakan motif gambar buah naga dan burung. Namun di antara motif-motif tersebut, batik bermotif tembakau atau Batik Labako adalah motif yang dominan digunakan sebagai ikon Batik Jember.
Produk kerajinan batik Nusantara yang terkenal umumnya bermotif Keraton, Parang Rusak, Mega Mendung, Kawung, dan lain sebagainya.
Pemilihan tembakau dan tanaman komoditas lainnya sebagai motif, tentu membuat batik Jember keluar dari pakem motif batik pada umumnya.
Di Jember, setidaknya terdapat dua lokasi yang terkenal sebagai sentra kerajinan Batik khas Jember.
Pertama, sentra kerajinan batik yang terletak di Desa Sumberpakem Kecamatan Sumberjambe. Di sini, kerajinan batik telah berlangsung turun-temurun. Motif batik yang dikembangkan di sentra ini adalah batik bermotif tembakau atau Batik Labako.
Kedua, Rumah Batik Rolla yang terletak di Jl. Mawar, Kelurahan Jember Lor Kecamatan Patrang. Sentra batik yang dikelola oleh Iriane Chairani Megahwati ini memproduksi dan mengembang aneka ragam corak dan motif batik khas Jember, serta terobsesi untuk mewujudkan Kampung Batik Jember.
Batik Jember selain tidak luput diperagakan dalam Jember Fashion Carnival (JFC) juga pernah go international dalam peragaan busana di Paris Fashion Week 2018.
Sumber :
https://www.goodnewsfromindonesia.id/2019/08/01/tembakau-jember-sumber-inspirasi-budaya