Friday, July 26, 2013

Pembangunan Masjid Jamik Lama Jember Di Masa Hindia Belanda

Masjid Jamik Lama Jember

(Y. Setiyo Hadi). Keterangan tentang Pembangunan Masjid Jamik di Kota Jember di masa Hindia Belanda berasal dari berita surat kabar (koran) Soerabaiasch Handelsblad, Dinsdag-28 April 1936 yang bertajukkan “Djember Nieuwe Moskes”. Selanjutnya adalah terjemahan deri berita koran tersebut berkaitan dengan Pembangunan Masjid Jamik di Kota Jember.

DJEMBER

Masjid Baru

Masjid Utama (Masjid Jamik) Jember, berada sisi barat dari aloon-aloon, sudut jalan utama, menghiasi, dibangun pada tahun 1894, pada masa Patih Djember yang meninggal sebagai Bupati Banyuwangi, Raden Pandji Koesoemonegoro.

Segera setelah datangnya Bupati Djember, R.T. Notohadinegoro, tahun 1928, menyatakan bahwa “keblat”, arah dalam beribadat / shalat, arah ke Mekkah dilihat dari Jember, yang di masjid dianggap salah / tidak tepat (penyimpangannya sekitar 24 derajat).

Setelah kedatangan Bupati muncul pemikiran yang istiqomah tentang pembangunan mesjid baru; bagaimanapun pembangunan ini memerlukan biaya yang besar; kemudian pada tahun 1932 dengan dianggarkan f 30.000., yang dianggap terlalu besar.

Akhir tahun 1935 Bupati menugaskan untuk menyusun anggaran; karena obyek lokasi masjid yang mengalami penyimpangan arah ke Mekkah (kiblat) maka dipertimbangkan sebagai berikut:

1e. kayu yang ada di masjid banyak yang busuk, sehingga pembangunan oleh Direktur Kerja Kabupaten ditolak dan

2e. harga bahan bangunan mulai menurun

Kemudian anggaran yang diajukan f.15.000., berdasarkan analisa ekonomi beberapa anggaran masjid dipangkas.

Dan mulai awal Maret 1936, oleh Patih Djember, sebagai ketua Komisi Masjid (dengan mengikutsertakan Wedono Kota, para penghoeloe dan dua orang pribumi asli), di Kantor Masjid diadakan Koempoelan Para Oelama.

Pertemuan ini memutuskan Pembangunan Masjid Baru berdasarkan ketentuan “kitab” (juga berkaitan dengan permasalahan “keblat”) dengan kantor arsitektor Soegarda di Jember. Ketika pelaksanaan / tender, pelaksanaan pembangunan. Tatkala pelaksanaan, pembangunan berada dalam  control dan pengendalian Komite Masjid dan Direktur Kerja Kabupaten, yang juga disebut Bouwk. Kerja yang berdedikasi.

Masjid lama diratakan dengan tanah: batu pertama diletakkan pada tanggal 22 Maret; gedung baru harus selesai sesuai kontrak dalam jangka waktu 6 (enam) bulan setelah tanggal pertama ditandatangani, berkat banyak dukungan dari banyak kalangan, diantaranya dari pihak Landbouw Mij. “Oud-Djember” (LMOD) yang dapat disebutkan di sini – nampaknya pada bulan Agustus masjid baru dapat diresmikan.

Beberapa rincian konstruksi bangunan baru yang harus diketahui: Masjid Baru tinggi 20 Meter (yang lama tingginya 12 meter) dan mempunyai ruang berdoa sepanjang 900 M (yang lama kurang 400 m).

Bersangkutan dengan gaya, gabungan / kombinasi dari yang lama dan model yang baru, yaitu: bagian depann (sisi aloon-aloon) sampai Kantor disebut dengan MOZES-STIJL (Gaya Musa), bagian samping (sisi utara, ruang utama) dalam DUDOK-STIJL (Gaya Dudok). Menara akan berjumlah 4, atau 5.

Masjid Baru, menjadi sebuah permata yang nyata bagi suatu kota, diduga yang pertama di Jawa, yang akan dibangun seperti ini.

Akhirnya, perlu ditekankan pentingnya gerakan, sampai selesainya pojok timur utara dari wilayah masjid, dimana kubah yang besar tempat diletakkannya “bedoek”.

(Penerjemah Y. Setiyo Hadi)

Sumber : http://kencongnews.com/

Masa Lalu Wilayah Kabupaten Jember Pada Abad Ke-18 Masehi

01 Perumahan karyawan Wates Jember 1900 KITLV

(Y. Setiyo Hadi)

“Ruang Gelap”

Periode abad ke-18 M (tahun 1700 sampai 1799 Masehi) dianggap sebagai “ruang gelap” dalam sejarah / masa lalu bagi wilayah yang sekarang disebut Kabupaten Jember. Kabupaten Jember sebagai kota bersamaan dengan didirikannya perkebunan oleh George Birnie pada tahun 1859, demikian pandangan pada umumya.

Periode berdirinya perkebunan tersebut, sebenarnya, merupakan hasil dari “proses sejarah” yang terjadi pada periode sebelumnya, yaitu periode abad ke-18 M (antara tahun 1700 sampai 1799). Bagi sejarawan Jember belum banyak (untuk tidak mengadakan tidak ada sama sekali) yang mendeskripsikan dan menulis periode ini bagi sejarah wilayah Kabupaten Jember.

Hal yang menjadi penghalang, alasan sejarawan untuk tidak untuk tidak mengungkapkan periode “ruang gelap” ini adalah sumber yang terbatas. Kendala utama dalam bahasa, karena “ruang gelap” ini banyak berasal dari sumber-sumber tertulis dalam bahasa Beland. Hal yang penting sekali adalah niat dan kemauan untuk “menerangi ruang gelap” tersebut sehingga menjadi terang dan jelas isi dari ruangan periode antara tahun tahun 1700 – 1799 Masehi (Abad Ke-18 Masehi).



Jember Bagian dari Blambangan Barat = Poeger

Dari catatan J. Hageman Jzc memperlihatkan pembagian wilayah di Jawa Bagian Timur pada tahun 1770 dibagi menjadi 31 regenten (setingkat kabupaten). Bagian Ujung Timur Jawa (Java Oosthoek) sendiri terdapat dua wilayah, yaitu Oost Blambangan (Banjoewangi) / Blambangan Timur dan West Blambangan (Blambangan Barat).

Informasi di atas terdapat dalam catatan J. Hageman JCz dalam artikel “Geschied- En Aardrijkskundig Overzigt van Java Op Het Einde Der Achttiende Eeuw” yang dimuat dalam Tijdschrift voor Indische Taal-, Land En Volkenkunde, (Batavia, Lange & Co., 1860) halaman 261 – 334). Keterangan Hageman menjelas West Blambangan atau Blambangan Barat terdiri dari Lamadjang dan Banger (Probolinggo), Djember dan Adirogo, Pradjekan, Sentong, dan Sabrang (hal. 165).

Berdasarkan keterangan C.J. Bosch, bahwa tahun 1757 Regentchap Poeger meliputi wilaah Poeger, Djember, Sentong dan Pradjekan. Keterangan ini diperoleh dari tulisan C.J. Bosch yang berjudul “Aanteekeningen Over De Afdeeling Bondowoso (Residentie Bezoeki)” dalam Tijdschrift voor Indische Taal-, Land En Volkenkunde, (Batavia, Lange & Co., 1857), hal 469 – 494.

Selanjut setelah tahun 1757 M akibat skandal politi terjadi kekosongan kekuasan yang mengakibatkan wilayah-wilayah Poeger, Djember, Sentong dan Pradjekan memisahkan diri masing-masing. Kemudian masing-masing wilayah ini menjadi distrik yang terpisah yang dipimpin oleh seorang bekel di masing-masing wilayah tersebut. Dan setiap bekel di Poeger, Djember, Sentong dan Pradjekan membawahi beberapa koewoe (kepala desa).

Keterangan di atas memperlihatkan bahwa nama Djember telah ada pada tahun 1757 Masehi. Sejak kapan dan bagaimana asal usul nama Djember masih diperdebatkan oleh banyak kalangan. (Y. Setiyo Hadi, 26072013)

Sumber : http://kencongnews.com/

Tuesday, July 23, 2013

Patrol, Keceriaan Musik Rakyat

Sumber : http://surabaya.tribunnews.com




Keceriaan musik rakyat. Itulah yang tergambar dalam alunan musik Patrol. Setidaknya itu terlihat dalam setiap penampilan grup musik Patrol yang mengikuti Karnaval Musik Patrol XIII yang digelar UKM Kesenian Universitas Jember, Sabtu (20/7/2013) malam.

Para penabuh Patrol berdandan sesuai kesepakatan dalam grup. Ada yang berdanan ala Madura, Jawa, memakai kostum kaos merah putih, juga ada yang memakai lurik orang Jawa, juga ada yang hanya memakai kaos seragam grup Patrol.

Selain kostum penabuhnya, tengok juga dandanan seperangkat alat musik patrol mereka. Patrol memang hanya terdiri dari sejumlah kentongan kayu aneka ukuran. Masing-masing kentongan mempunyai nama yakni Kenthir, Kenthar, Ting-Tung, Gendang, Remo, juga kentongan yang berfungsi sebagai bas, juga tamborin ditambah Seruling. Inilah beda antara Patrol Jember dan Madura. Kalau Patrol Madura memakai saronen, sementara Jember memakai seruling.

Namun beberapa grup memilih menambah alat musiknya dengan rebana. Kolaborasi yang makin menambah rancak musik patrol yang sudah rancak. Seperangkat alat musik patrol itu biasanya diusung memakai alat untuk bisa ditarik, sambil penabuhnya berjalan kaki. 'Kendaraan' patrol itulah yang dihias sedemikian rupa. Alat musik Patrol milik Putra Cempaka misalnya dicat bergambar bendera Inggris.

Sementara Areka dari Kecamatan Semboro menghias 'kendaraan' patrol mereka memakai janur seperti orang punya hajat kawinan. Sedangkan Zhaller dari Jalan Gajah Mada Kecamatan Kaliwates memilih menghias kendaraan mereka memakai jerami padi yang sudah mengering, ditambah lagi atapnya juga memakai rumbia dan bertiang bambu.

"Pokoknya kami menghias sebagus dan seindah mungkin," ujar Azisanto dari Areka.
Dan ketika mereka beraksi, keceriaan-lah yang mendominasi. Musik rancak patrol mengiringi lagu yang wajib mereka dendangkan dalam karnaval, selain lagu bebas.
Berjoget, bergoyang juga menari, itulah yang dilakukan para penabuh patrol sembari mereka mengolah suara dari kentongan yang terbuat dari kayu nangka itu.

"Itulah cara kelompok ini beregenerasi. Tahun kemarin, yang main yang tua-tua, sekarang dipilih anak-anak, karena mereka sudah mampu," ujar Neli, sang penyanyi Zhaller.

Kepada Surya, Roza mengaku sebagai pecinta Patrol. Ia bersekolah di sebuah SD Negeri di Kecamatan Rogojampi, Banyuwangi. Tetapi setiap hari Sabut - Minggu, ia pulang ke rumah neneknya di Jalan Gajah Mada dan berlatih bersama grup Zhaller. Sudah setahun terakhir, ia diberi amanat menabuh Kenthir.

"Apa kamu bisa?' tanya Surya.

"Nanti mbak lihat sendiri saja. Saya ini kan pecinta Patrol," ujarnya berdiplomasi sambil tersenyum. Dan memang, Roza tidak kesulitan memadukan alat musiknya bersama alat musik lain di kelompok itu, tentu saja sambil riang gembira berjoget.

Patrol, merupakan musik tradisional yang sudah mengakar di akar rumput. Musik rakyat. Musik yang lebih sering terdengar di bulan Ramadan, ketika menjelang waktu sahur.
Di Jember, musik Patrol cukup dikenal. Sejumlah kelompok musik patrol beberapa kali mengisi acara, seperti ketika ada pejabat datang, atau mengisi acara Agustusan. Sanggar tari Sotalisa, Jember menggunakan musik patrol sebagai pengiring setiap tarian yang ditarikan penari di sanggar tersebut.

Tuesday, July 9, 2013

Gempa Malang Terasa di Jember



Senin, 8 Juli 2013, Situs Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebutkan, pada pukul 09.13 WIB, terjadi gempa dengan kekuatan 5,9 skala Richter (SR) dengan kedalaman 10 kilometer. 

Pusat gempa berada pada 112 kilometer tenggara Kabupaten Malang, 114 kilometer barat daya Lumajang, 130 kilometer barat daya Jember, 202 kilometer tenggara Surabaya, dan 766 kilometer tenggara Jakarta. 

Dari BPBD Malang dilaporkan gempa terasa sedang selama 3-5 detik. 

Di Bondowoso, gempa terasa cukup kuat selama 5 detik. 

Di Jember, gempa dirasakan cukup kuat selama 5 detik. 

Sumber gempa berada di bagian dalam zona subduksi atau pertemuan lempeng tektonik antara lempeng Hindia Australia dan Eurasia.

Kepanikan terjadi di Rumah Sakit Daerah dr. Soebandi, Kabupaten Jember, Jawa Timur, Senin (8/7/2013) pagi, saat gempa terjadi selama lima detik.

Pengunjung rawat jalan berlarian menuju pintu keluar. Satpam dan petugas berusaha menenangkan, tapi mereka tidak peduli.

Sementara itu, pengunjung yang berada di lantai 2 juga berlarian turun tangga, sembari bertakbir dan beristigfar. Begitu gempa reda, mereka kembali ke poli masing-masing.

Kepanikan juga terjadi di kantor Pemerintah Kabupaten Jember. 

Di wilayah Taman Gading, Kaliwates, warga sontak keluar rumah. Beberapa ibu rumah tangga membawa keluar anak-anak mereka. 

sindonews.com
tempo.co
beritajatim.com

Related Posts