Saturday, July 25, 2020

Pangeran Arjasa dan Rara Mangli


Setelah lama menjadi rawa, daerah mulai disinggahi para pendatang dari wilayah majapahitan dan mataraman. Konon diwilayah Jember ini, ada sebuah Kadipaten yang bernama “Gebang Taman”, yang pernah dipimpin oleh adipati Syech Maulana Maghribi.

Menurut cerita kuno, pusat pemerintahan kadipaten ini terletak di wilayah (yang sekarang menjadi kelurahan) Gebang. Dikisahkan lebih lanjut, bahwa adipati mempunyai seorang putri yang pada akhirnya lebih dikenal oleh masyarakat sebagai ‘rara Mangli’.

Sang putri begitu dikagumi karena keanggunan dan kecantikan budi-pekertinya. Dan kabar itu terdengar sampai ke telinga pangeran Arjasa, putra seorang mpu di wilayah kadipaten ‘Gebang Taman’. Maka syair dan syiar jatuh cinta pangeran pun terbawa angin sampai ke taman kadipaten, hingga membuat pipi ‘rara Mangli’ anggur kemerahan.

Gayung bersambut petualangan sepasang anak manusia pun dimulai, malam tak ada yang pekat siang tak ada yang panas, semua tempat menjadi sejuk-terang. Namun bukan cinta namanya, kalau tak menimbulkan kecemburuan dipihak lain, meski dalam arti apapun.

Maka adipati Gebang Taman ‘Syech Maulana Maghribi’ yang tak mau putrinya gelisah, mengutus mpu condro untuk menengahi masalah ini supaya tidak mengumpal menjadi aib. Berangkatlah mpu condro menemui ‘pangeran Arjasa’ untuk menyampaikan keberatan hati sang adipati.

Bukan kisah cinta kalau hanya menerima penolakan begitu saja, apalagi antara ‘rara Mangli’ dan ‘pangeran Arjasa’ sudah mantap untuk ikrar berbagi suka-duka, bergegaslah dijembutnya sang putri impiannya berlari keluar dari taman kadipaten.

Melintaslah mereka berdua dari kampong ke kampong, menerobos semak-belukar pinggir kali dan persawahan, sampailah mereka masuk wilayah desa ‘wates’ namun pada saat itu mereka dicegat ‘mpu Condro’ ketika hendak menyeberang sungai (kali).

‘Mpu Condro’ tak ingin mengecewakan tugas dari adipati, dibawanya sang putri meski terpaksa harus bertarung dengan ‘pangeran Arjasa’. Mendung bergelayut diujung pohon kapuk randu dan mengkudu, ‘rara Mangli’ telah dibawah pergi ‘mpu Condro’ ke kadipaten.

Sementara ‘pangeran Arjasa’ berbasuh luka dan duka dipondoknya, ada seseorang yang mulai berani kembali membangkitkan harapannya yang tertunda, dia adalah ‘pangeran Puger’; yang konon tak lain putra ‘mpu Condro’.

Begitulah, cinta dan kekuasaan itu memang menjadi sebuah konspirasi-romantic yang abadi dari jaman ke jaman; apalagi berbalut dalam kemasan agama dan social-genetik. ‘pangeran Puger’ sebenarnya memang sudah lama tertarik pada keanggunan ‘rara Mangli’, tapi tak pernah kesampaian.

Berangsur-angsur, tempat perpisahan antara ‘pangeran Arjasa dan rara Mangli’ dikenal masyarakat dengan sebutan ‘kaliwates’; hingga sekarang.

Luka tak sampai menunggu bernanah, dan seolah ada yang memanggil dan memberi kabar, ‘mpu Patrang’ masuk ke bilik dengan cepat dibacalah paras luka putranya, lalu sekelebat menyusul ‘mpu Condro’ untuk membawa ‘rara Mangli’ demi putranya.

Demikian, pertemuan dua pendekar santun pun tak bisa menolak sebuah pertarungan dasyhat, hingga mendung tak berani menghujani arena yang telah sempat turun rintik air. ‘Mpu Condro’ jatuh langkah, namun masih tegap ia tak merundukan raga terluka, meski kemudian harus mengakui kemenangan ‘mpu Patrang’.

Tak lama setelah itu, ada utusan kadipaten yang membawa kabar bahwa persoalan akan ditangani langsung oleh adipati ‘Syech Maulana Maghribi’, maka semua yang terlibat persoalan diundang ke kadipaten; tentu saja termasuk ‘mpu Patrang dan pangeran Arjasa’.

Kadipaten ‘Gebang Taman’ dan para kerabatnya telah menunggu sang putri pulang. ‘Taman Wurung’ juga tak kalah gelisah, menanti senyum sang ‘rara’ mambang jingga mengelitik ikan-ikan dan kecebong yang berebut mendorong leli dan teratai.

Akhirnya rombongan ‘rara Mangli’ masuk pendapa, dibarengi ‘mpu Condro dan pangeran Puger’ putranya. Sementara ‘mpu Patrang dan pangeran Arjasa’ selisih waktu tiba di kadipaten, sebab harus menjemput kerabat sebagai saksi, agar segala keputusan bisa lebih bijak diterima.

Semua sudah berkumpul dan hidangan khas ‘gebang taman’ pun juga siap. ‘Syech Maulana Maghribi’ hadir membuka jam langkah, gejolak jiwa sepasang manusia muda menjadi bahasannya. ‘rara Mangli dan pangeran Arjasa’ membuka isi hatinya masing-masing kepada sekalian orang tua dan kerabat.

Akhirnya sang adipati mengambil keputusan dengan menghormati semua pendapat dan semua syarat adapt, bahwa ‘pangeran Arjasa’ diperkenankan mempersunting ‘rara Mangli’ dengan menjalankan laku adat dan adab agama Islam.

Demikian sampailah semuanya, bahu-membahu menyiapkan pesta pora rakyat ‘Gebang Taman’ dan sekitarnya. Tapi tidak bagi sosok pemuda yang tengah bersiap bekal keluar dari biliknya, dan berpamit pada orang tuanya.

Ditinggalkannya rumah itu, ia tanggalkan harapan separuh umurnya, terus berjalan ia ke arah selatan menuju pantai lepas. Sosok itu tak lain sosok yang dikenal orang sebagai ‘pangeran Puger’, bertapa dipantai selatan membendung waktu (menahlukan plawangan) dan ber-muraqabah, sebelum akhirnya bertemu dengan ‘rara Arum’; yang nantinya daerah itu kemudian dikenal dengan ‘jambearum’.


Sumber :
https://www.facebook.com/komunitas.maneweh/photos/a.309722509121011/316411838452078/?type=1&theater
https://lintasjemberblog.wordpress.com/2016/10/15/pemilihan-rtrw-kel-mangli-menyedot-apbd-2016/

No comments:

Post a Comment

Related Posts